Bisnis properti dikenal sebagai salah satu sektor yang menjanjikan karena potensi keuntungan yang besar, terutama di daerah strategis.
Namun, sebelum terjun ke dalamnya, ada satu hal krusial yang tidak boleh diabaikan, yaitu legalitas properti.
Dokumen legal yang lengkap bukan hanya berfungsi sebagai pelindung dari masalah hukum, tetapi juga menjadi dasar kepercayaan bagi calon penyewa, pembeli, maupun investor.
Jadi, apa saja dokumen legalitas yang perlu Anda siapkan sebelum memulai bisnis properti? Simak selengkapnya pada artikel berikut ini.
1. Sertifikat Hak atas Tanah
Dokumen ini adalah bukti utama bahwa Anda memang memiliki hak atas tanah yang akan digunakan untuk bisnis. Ada beberapa jenis sertifikat tanah, antara lain:
- Sertifikat Hak Milik (SHM): Merupakan sertifikat paling kuat dan penuh. Cocok untuk Anda yang membeli tanah untuk jangka panjang dan ingin memiliki kepemilikan penuh.
- Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB): Hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah milik negara selama jangka waktu tertentu (biasanya 30 tahun dan bisa diperpanjang). SHGB umum digunakan untuk properti komersial seperti ruko, apartemen, dan rumah kost.
- Sertifikat Hak Pakai: Biasanya digunakan untuk pemanfaatan oleh warga negara asing atau instansi tertentu.
Pastikan sertifikat tersebut tidak dalam sengketa dan sesuai dengan zonasi yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Baca Juga: Mengenal HGB (Hak Guna Bangunan) dan Perbedaannya dengan SHM
2. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) / Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
Sejak berlakunya UU Cipta Kerja, IMB secara resmi telah digantikan dengan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). Dokumen ini berfungsi sebagai izin bagi Anda untuk mendirikan, mengubah, atau merawat bangunan sesuai peruntukannya.
PBG sangat penting karena jika Anda membangun tanpa dokumen ini, bangunan bisa dianggap ilegal dan terancam dibongkar.
Untuk mengurus PBG, Anda perlu menyampaikan rencana teknis bangunan melalui sistem OSS (Online Single Submission) dan menyesuaikannya dengan aturan daerah setempat.
3. Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Setelah bangunan selesai dibangun, langkah selanjutnya adalah mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
Dokumen bersifat resmi dari pemerintah daerah yang menyatakan bahwa bangunan Anda layak secara teknis, administratif, dan fungsional.
Tanpa SLF, Anda tidak diperbolehkan mengoperasikan properti untuk keperluan komersial seperti menyewakan unit apartemen, membuka kantor, atau mengelola rumah kost.
Dokumen ini juga menjadi salah satu syarat penting saat ingin menjual properti kepada pihak ketiga.
Baca Juga: Perbedaan SLF dan IMB yang Wajib Diketahui Pemilik Properti
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Berusaha (NIB)
Jika Anda menjalankan bisnis properti sebagai entitas usaha (bukan pribadi), maka memiliki NPWP dan NIB adalah suatu keharusan.
- NPWP berguna untuk pelaporan dan pembayaran pajak secara resmi.
- NIB adalah identitas usaha yang dikeluarkan melalui sistem OSS dan mencakup berbagai izin dasar seperti izin lokasi, izin lingkungan, dan kegiatan usaha.
NIB juga dibutuhkan jika Anda ingin menjalin kerja sama dengan pihak bank, investor, atau lembaga keuangan.
5. Akta Pendirian dan SK Kemenkumham (Jika Berbentuk Badan Usaha)
Jika Anda mendirikan bisnis properti dengan nama perusahaan, Anda perlu membuat Akta Pendirian Perusahaan melalui notaris dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan HAM untuk memperoleh SK pengesahan.
Jenis badan usaha bisa berupa:
- Perseroan Terbatas (PT)
- Commanditaire Vennootschap (CV)
- Koperasi atau Yayasan
Akta ini harus memuat informasi seperti struktur organisasi, modal, bidang usaha, dan kegiatan yang dijalankan.
Baca Juga: Kenali Apa itu PPJB dalam Bisnis Jual Beli Properti
6. Perjanjian Kerjasama (Jika Melibatkan Pihak Ketiga)
Sering kali bisnis properti tidak dijalankan sendiri, melainkan bersama mitra, investor, atau pengembang. Dalam kondisi seperti ini, Anda perlu menyiapkan dokumen perjanjian kerja sama yang sah.
Perjanjian ini bisa mengatur berbagai hal, seperti:
- Pembagian keuntungan
- Jangka waktu kerja sama
- Hak dan kewajiban masing-masing pihak
- Penyelesaian sengketa
Dokumen sebaiknya perjanjian ditandatangani di hadapan notaris agar memiliki kekuatan hukum.
7. Izin Lingkungan dan Dokumen Pendukung Lain
Untuk properti yang berdampak pada lingkungan, Anda wajib mengurus:
- AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau
- UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan)
Selain itu, beberapa dokumen lain yang juga bisa dibutuhkan antara lain:
- Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU)
- Surat Bebas Sengketa
- Dokumen pengesahan dari RT/RW atau kelurahan
Baca Juga: Mengenal Koefisien KDB, KLB, KDH dan Cara Menghitungnya
Membangun bisnis properti tidak hanya soal mencari lokasi strategis atau mendesain bangunan yang menarik. Aspek legalitas adalah pondasi utama yang harus dipersiapkan sejak awal.
Dengan menyiapkan dokumen legal seperti yang telah disebutkan di atas, tentunya Anda akan lebih siap menjalankan bisnis secara profesional, aman, dan terpercaya.