Pernahkah Anda mendengar force majeure? Biasanya, istilah ini disebutkan dalam surat kontrak atau surat perjanjian seperti Memorandum of Understanding (MoU).
Singkatnya, pengertian force majeure adalah keadaan memaksa yang terjadi diluar kendali, seperti epidemik, gempa bumi, konflik bersenjata, dan semacamnya.
Dengan demikian, kerugian pun tak terhindarkan dan pihak-pihak dalam kontrak akan bebas dari kewajiban atau tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Namun, bagaimanakah dasar hukum force majeure? Yuk simak penjelasan lengkapnya mengenai apa itu force majeure, jenis, hingga contohnya di artikel berikut!
Pengertian Force Majeure
Force majeure adalah suatu keadaan bersifat memaksa (overmacht) yang terjadi di luar kendali, tanpa terduga, sehingga dampaknya pun tidak dapat dihindari.
Istilah ini diambil dari bahasa Prancis, di mana secara harfiah memiliki arti “kekuatan yang lebih besar”. Sedangkan, menurut KBBI, force majeure artinya “keadaan kahar”.
Umumnya, force majeure adalah poin yang disebutkan dalam setiap perjanjian pokok.
Ini ditujukan sebagai antisipasi bilamana timbul hal-hal tak terduga di kemudian hari dan membuat debitur gagal memenuhi kewajiban dalam kontrak akibat force majeure.
Sehingga dalam hal ini, debitur bisa dibebaskan dari tanggungjawab dan tuntutan ganti rugi.
Adapun kejadian-kejadian yang termasuk dalam force majeure adalah epidemik, gempa bumi, kerusuhan atau konflik bersenjata, tanah longsor, banjir, dan lain sebagainya.
Dasar Hukum Force Majeure
Dasar hukum force majeure sendiri tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1244 dan 1245.
Kedua aturan tersebut menjelaskan mengenai ganti rugi yang bisa dibebaskan saat terjadi force majeure, di mana terdapat 4 kategori kejadian.
Adapun 4 kategori yang menyebabkan debitur bebas tuntutan akibat force majeure adalah sebagai berikut.
- Peristiwa terjadi di luar kesalahan pihak debitur maupun pihak terkait lainnya.
- Terjadi suatu peristiwa yang tidak terduga atau tidak bisa dihindari
- Terdapat halangan yang menyebabkan suatu kewajiban tidak mungkin dijalankan.
- Kerugian tersebut tidak dapat dibebankan kepada debitur.
Namun, dasar hukum force majeure tersebut tidak cukup untuk membebaskan Anda dari kewajiban ganti rugi.
Terdapat beberapa syarat yang harus Anda penuhi ketika menggunakan alasan force majeure, di antaranya:
- Membuktikan bahwa Anda tidak bersalah
- Anda tidak dapat memenuhi kewajiban
- Anda tidak menanggung risiko, entah itu berdasarkan ketentuan undang-undang maupun perjanjian yang disepakati.
Baca juga: Keuntungan & Pentingnya Pemeliharaan Preventif Secara Rutin
Jenis-Jenis Force Majeure
Dari penjelasan tersebut, bisa dikatakan bahwa pada dasarnya force majeure adalah keadaan memaksa yang tak dapat terhindarkan.
Namun, keadaan memaksa tersebut sebetulnya terbagi menjadi 2 jenis. Adapun jenis-jenis force majeure adalah sebagai berikut.
1. Keadaan Memaksa Absolut
Force majeure absolut adalah keadaan memaksa yang bersifat mutlak karena adanya peristiwa tak terhindarkan, seperti bencana alam, epidemik, kerusuhan massa, dan semacamnya.
Keadaan tersebut membuat pihak pertama tidak mampu sepenuhnya untuk menjalankan kewajiban terhadap pihak kedua.
2. Keadaan Memaksa Relatif
Sedangkan, force majeure relatif adalah keadaan memaksa yang tidak bersifat mutlak, di mana kedua pihak masih mungkin menjalankan hak dan kewajiban.
Namun, hal ini memicu salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya sesuai kesepakatan dalam perjanjian dan menimbulkan risiko.
Misalkan ketika terjadi kenaikan harga bahan baku yang begitu tinggi, sehingga membuat debitur harus mengeluarkan biaya lebih besar.
Lalu, bisa pula dikarenakan adanya perubahan peraturan dari pemerintah yang membuat pihak debitur tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.
Baca juga: 13 Tips Membeli Rumah Pertama untuk Milenial & Pasangan Muda
Contoh Force Majeure
Agar lebih paham mengenai apa itu force majeure, Anda bisa simak contohnya berikut ini.
Misalnya, Anda sedang menyewa sebuah ruko dari agen properti. Anda pun membuat kontrak perjanjian selama 1 tahun.
Dalam surat perjanjian, Anda sebagai seorang tenant memiliki kewajiban menjaga dan merawat properti sebaik mungkin selama masa sewa tersebut.
Anda juga harus melakukan ganti rugi apabila terjadi kerusakan. Namun, terdapat beberapa poin mengenai force majeure yang bisa membebaskan Anda dari ganti rugi, salah satunya bencana alam.
Lalu, pada bulan ke-3, ternyata terjadi gempa bumi yang menyebabkan properti sewa hancur.
Dalam hal ini, maka Anda tidak dapat dimintai pertanggungjawaban mengingat peristiwa tersebut di luar kendali dan bukan kesalahan Anda.
Sehingga, perjanjian pun diakhiri dan Anda bebas dari ganti rugi.
Demikianlah penjelasan terkait apa itu force majeure, jenis, dasar hukum, hingga contohnya yang perlu Anda ketahui.
Perlu Anda pahami bahwa force majeure adalah keadaan memaksa yang membuat debitur tidak dapat menjalankan kewajiban dengan semestinya akibat peristiwa di luar kuasa.
Saat Anda ingin melakukan penyewaan properti, ada baiknya Anda membahas hal ini bersama pihak kreditur dan melakukan kesepakatan untuk mencegah terjadinya konflik.
Berbicara mengenai properti, Anda bisa memanfaatkan aplikasi Nimbus9 untuk mempermudah Anda dalam melakukan manajemen properti.
Sebagai seorang tenant, Anda dapat memperoleh akses terhadap berbagai informasi seputar pengumuman gedung melalui aplikasi Nimbus9.
Nimbus9 menyediakan beragam fitur super lengkap, di mana Anda bisa membaca berita, mengecek detail invoice, bahkan membuat keluhan terkait keamanan, kebersihan, dan meminta bantuan.
Dengan demikian, pengelolaan properti Anda pun akan jadi jauh lebih efisien. Tunggu apalagi? Hubungi tim kami segera untuk berkonsultasi!
Baca juga: Apa itu Cost Control? Pengertian, Fungsi, Tugas dan Elemen